Audit BPK Soroti Masalah BPJS Kesehatan

Audit BPK Temukan Masalah BPJS Kesehatan dalam Layanan JKN
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) baru saja merilis hasil audit kinerja terhadap program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dijalankan oleh BPJS Kesehatan selama periode 2023–2024. Temuan audit ini melibatkan BPJS Kesehatan, Kementerian Kesehatan, serta 47 pemerintah daerah dan instansi terkait lainnya.
Audit tersebut dilakukan untuk mendukung agenda pembangunan nasional, khususnya dalam penguatan sumber daya manusia dan peningkatan akses serta kualitas layanan kesehatan.
Hasilnya, BPK mengidentifikasi dua masalah utama BPJS Kesehatan, yaitu keterbatasan akses layanan kesehatan dan buruknya kualitas manajemen pelayanan, khususnya dalam program operasi katarak dan layanan di daerah terpencil.
Baca juga: Audit Lengkap oleh Algoresearch – BPK Temukan Dua Masalah Utama di BPJS Kesehatan
1. Manajemen Operasi Katarak yang Tidak Efisien
Masalah pertama yang disorot adalah terkait manajemen operasi katarak di fasilitas kesehatan rujukan. BPK menilai bahwa perencanaan dan pelaksanaan layanan operasi katarak masih belum optimal.
Beberapa temuan utama antara lain:
Antrean pasien yang panjang, akibat ketidakseimbangan antara jumlah pasien dan jumlah dokter spesialis mata.
Kebijakan pelayanan yang tidak konsisten antar daerah, mengakibatkan ketimpangan layanan.
Kurangnya koordinasi antar fasilitas kesehatan, yang menyebabkan keterlambatan tindakan.
Padahal, berdasarkan Peraturan BPJS No. 1 Tahun 2020, BPJS menanggung operasi katarak dengan metode phacoemulsifikasi, yaitu teknik modern menggunakan gelombang ultrasound.
Isu ini memiliki dampak serius. Pada tahun 2022, Indonesia mencatat:
8 juta kasus gangguan penglihatan,
Termasuk 272.000 kasus kebutaan,
700.000 orang mengalami gangguan penglihatan berat, dan
7,4 juta orang dengan gangguan ringan.
Tanpa manajemen yang tepat, kondisi ini akan terus membebani sistem kesehatan nasional.
2. Kesenjangan Layanan di Daerah Terpencil
Masalah kedua adalah terbatasnya akses layanan di wilayah tanpa fasilitas kesehatan yang memadai. Meski BPJS telah bermitra dengan:
23.395 fasilitas kesehatan tingkat pertama, dan
3.152 rumah sakit rujukan,
…BPK menemukan bahwa kesenjangan pelayanan masih besar, terutama di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar).
Beberapa wilayah memang memiliki Puskesmas atau klinik, namun tidak tersedia tenaga medis, sehingga pelayanan tidak berjalan. Bahkan, upaya layanan mobile (kunjungan kesehatan keliling) pun dianggap belum optimal.
Akibatnya, peserta JKN di wilayah terpencil tidak mendapatkan hak layanan kesehatan secara merata.
Peringatan untuk BPJS: Reformasi Diperlukan
BPK menyatakan bahwa temuan ini adalah wake-up call untuk BPJS Kesehatan. Fokus ekspansi layanan harus dibarengi dengan:
Reformasi kebijakan manajemen kapasitas,
Evaluasi layanan berdasarkan kebutuhan per wilayah,
Penyusunan sistem monitoring kualitas yang berkelanjutan.
Hingga Maret 2025, jumlah peserta JKN telah mencapai 279,5 juta jiwa, atau setara 98,3% dari total penduduk Indonesia. Angka ini menunjukkan cakupan yang sangat luas, namun kualitas dan pemerataan layanan harus menjadi prioritas berikutnya.
Kesimpulan: Menjaga Akses dan Kualitas JKN
Dengan cakupan hampir seluruh penduduk, program BPJS Kesehatan menjadi pilar utama sistem jaminan kesehatan nasional. Namun, audit BPK membuktikan bahwa akses belum merata dan layanan belum konsisten di seluruh wilayah.
Langkah reformasi menyeluruh menjadi kunci agar visi jaminan kesehatan universal benar-benar tercapai—bukan hanya di angka peserta, tapi juga dalam kualitas layanan di lapangan.