Zona Kematian Everest: Kenapa Banyak Pendaki Tewas?

Setiap tahunnya, ribuan pendaki dari seluruh dunia memimpikan untuk menaklukkan puncak tertinggi di dunia: Gunung Everest. Namun, tidak semua berhasil kembali. Banyak yang gugur di sebuah area yang dikenal sebagai zona kematian Gunung Everest.
Apa itu zona kematian? Mengapa tempat ini menjadi penyebab utama kematian para pendaki? Dan apakah masih aman untuk mencoba mendaki Everest di tengah kondisi ekstrem ini?
Apa Itu Zona Kematian Everest?
Zona kematian Gunung Everest merujuk pada wilayah di atas ketinggian 8.000 meter dari permukaan laut. Di ketinggian ini, udara sangat tipis, dan kadar oksigen turun drastis hingga hanya 30 persen dari kadar normal di permukaan laut. Tubuh manusia tidak didesain untuk bertahan lama di lingkungan seperti ini.
Sistem pernapasan akan bekerja lebih keras, suplai oksigen ke otak dan organ vital terganggu, serta suhu ekstrem dapat membekukan bagian tubuh dalam hitungan menit.
Risiko Kesehatan di Zona Kematian
Pendaki yang masuk ke zona kematian sangat rentan mengalami penyakit ketinggian, seperti:
- AMS (Acute Mountain Sickness): sakit kepala, mual, kelelahan ekstrem.
- HAPE (High Altitude Pulmonary Edema): penumpukan cairan di paru-paru.
- HACE (High Altitude Cerebral Edema): pembengkakan otak akibat kurangnya oksigen.
Ketiga kondisi ini bisa mematikan jika tidak segera ditangani. Namun di ketinggian tersebut, bantuan medis hampir mustahil diberikan.
Antrean Mematikan di Jalur Menuju Puncak
Pada musim pendakian 2019, foto antrean panjang di dekat puncak Everest menjadi viral. Lebih dari 200 orang menunggu giliran untuk naik ke puncak. Beberapa bahkan mengantre hingga 12 jam di zona kematian.
Waktu tunggu yang lama menyebabkan kehabisan suplai oksigen, kelelahan ekstrem, dan tubuh kehilangan kemampuan untuk kembali turun dengan selamat. Akibatnya, lebih dari 9 pendaki tewas hanya dalam musim itu saja.
Perubahan Iklim Perparah Kondisi
Selain faktor kesehatan dan antrean, perubahan iklim turut memperparah bahaya zona kematian Gunung Everest. Suhu global yang meningkat menyebabkan lapisan es mencair lebih cepat, membuat jalur seperti Khumbu Icefall menjadi lebih tidak stabil dan rawan longsor.
Para ahli memperingatkan bahwa kondisi ini membuat Everest lebih berbahaya dari sebelumnya, bahkan bagi pendaki berpengalaman.
Biaya dan Tekanan Sosial
Pendakian Everest tidak murah. Biaya izin, perlengkapan, dan pemandu bisa mencapai puluhan ribu dolar. Banyak pendaki merasa harus tetap melanjutkan pendakian demi “balas modal” atau tekanan sosial setelah latihan bertahun-tahun.
Namun, memaksakan diri di zona kematian seringkali menjadi keputusan fatal.
Baca juga: Kenapa Ratusan Pendaki Tewas di Zona Kematian Menuju Puncak Everest?Tips Selamat Mendaki Gunung Everest
- Latihan fisik intensif selama berbulan-bulan sebelum pendakian.
- Akklimatisasi yang cukup di base camp dan camp-camp menengah.
- Gunakan pemandu profesional dan berlisensi.
- Jangan memaksakan diri jika tubuh menolak.
- Pantau cuaca dan kondisi jalur sebelum mendaki ke puncak.
Penutup
Zona kematian Gunung Everest bukanlah sekadar istilah dramatis. Ini adalah realitas keras dari pendakian di salah satu tempat paling ekstrem di dunia. Memahami risikonya, menghargai alam, dan tidak memaksakan ego adalah kunci keselamatan.
Bagi kamu yang bermimpi mendaki Everest, pastikan bukan hanya fisik dan mental yang siap — tapi juga kesadaran akan nyawa yang dipertaruhkan.
Baca juga: Gunung Tertinggi di Dunia: Everest atau Mauna Kea?